Jumat, 09 April 2010

khutbah jumat "mengikuti ulama' salaf sholeh"

السلام عليكم ورحمة الله وبركات

الحمد لله الذى جعل العلماء سرج الدنيا ومصابيح الاخرة . اشهد ان لااله الا الله وحده واسبح سبحانه . واشهد ان سيدنا محمدا عبده ورسوله ارسله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله

اللهم صل وسلم على سيدنا ومولانا محمد الذى لانبي بعده وعلى اله وصحبه و من تبع هداه

اما : بعد فيا ايها الناس اتقوا الله حق تقاته ولاتموتن الا وانتم مسلمون قال الله تعالى انما يخشى من عباد الله العلماء

…………………………………………………………………..
Dalam perputaran jumat bulan………ini marilah bersama-sama meningkatkan taqwa kepada Alloh SWT, taqwa dalam arti berusaha menjalankan perintahnya dan berusaha menjauhi laranganya, dan marilah bersama-sama mengingat sebuah wasiat khutbah jumat dalam bulan ..... ini dengan harapan wasiat khutbah jumat ini membawa manfaat bersama, baik manfaat bagi alfaqir khususnya, dan bermanfaat bagi para jamaah pada umumnya, untuk dijadikakan sebuah renungan, pengetahuan , sekaligus motivasi atas amalan-amalan yang telah di tentukan oleh Alloh swt kepada hambanya, dan marilah bersama-sama pula mengisi waktu – waktu luang dengan memperdalam ilmu agama, agar Qolbu yang berbolak-balik ini senantiasa memperoleh siraman cahaya ilahi, memperoleh ketentraman, serta keiminan kita semakin kokoh dan mudah pula untuk mendapat bimbingan dari Alloh Ta’ala.

Ajaran islam merupakan kebutuhan umat manusia, meskipun kadang masih banyak yang belum menyadarinya, dikatakan bahwa ajaran agama sebagai kebutuhan hidup, karena kebahagiaan hakiki umat manusia adalah ketika ia dapat merasakan kedekatan dengan Tuhanya. Manusia dari latar belakang dan lapisan manapun, membutuhkan tuntunan dan tatanan agama dalam hidupnya. Sebab manusia dikaruniai nurani yang berhubungan dengan nilai-nilai religi atau keagamaan. Dari sini akan tumbuh perilaku yang sesuai dengan fitrah manusia, hingga bisa menciptakan kondisi yang seimbang dalam kehidupan, baik sebagai individu maupun dalam kehidupan masyarakat luas.

Orientasi atau arah tujuan kehidupan manusia adalah pengabdian yang membutuhkan perjuangan dan kesadaran, maka ajaran islam datang untuk menuntun pada pengabdian yang benar, yakni pengabdian kepada Alloh Swt, hal ini telah dijelaskan oleh ayat Al-Quran surat Adz- Dzaariyaat: 56

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”

Ayat tersebut mengambarkan pertanyaan. sudahkah agama yang dianut dan di yakini ini sesuai dengan nilai-nilai islam? Ataukah keislaman yang ada ini masih sebatas mengikuti arus, misalnya karena faktor lingkungan dan keluarga yang memang sudah beragama, sementara belum begitu memahami ajaran islam itu sendiri. Sebagaimana telah terlihat, banyak aliran- aliran yang mengatas namakan islam, namun pada hakikatnya sangat jauh dan bertentangan dengan ajaran islam itu sendiri. Kenyataan ini adalah sebuah gejala yang mengkwatirkan. Untuk itu dibutuhkan ketelitian masing masing pribadi muslim terhadap klaim dan simbul formal islam. Agar pemeluk islam benar-benar dapat mengikuti ajaran islam yang sesuai dengan pedoman dasar agama yang sebenarnya.
……………………………………
Dalam kaitanya dengan konsep ajaran agama islam yang sesuai dengan ajaran Rosululloh saw tersebut. Dapat dipelajri melalui petunjuk nabi melalui hadisnya yang berbunyi

فانه من يعش منكم من بعدي فسيرى اختلافا كثيرا فعليكم بسنتى وسنة الخلافاء الراشدين المهديين تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجد

Artinya : “Maka bahwasanya barang siapa yang hidup (lama) di antaramu niscaya akan melihat perselisihan paham yang banyak. Ketika itu pegang teguhlah sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang diberi hidayah.pegang teguhlah itu dan gigitlah dengan gerahammu”
…………………………………………
Adapun konsep ajaran islam yang sesuai dengan ajaran sumber aslinya adalah konsep yang telah dirumuskan oleh para ulama’ salafus sholeh, Ulama’ yang dikenal dengan hati-hati dalam mengejewantahkan al-Quran dan al-Hadist. Dalam hal ini adalah para ulama’ yang benar-benar berpegang teguh pada metode sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh nabi, mereka dikenal dengan istilah Ulama’ Ahli Sunnah Waljamaah.

Hal ini sangat penting untuk diingat, lebih-lebih pada masa sekarang ini, di mana ulama’ yang mumpuni dalam hal agama semakin langka . Satu persatu ulama’ sepuh telah wafat meninggalkan masyarakatnya..Sementara pemikiran-pemikiran baru tentang pemahaman konsep agama islam bermunculan, dan tentu dapat mempengaruhi pemikiran masyarakat awam, Dikalangan akademisi dan kelompok-kelompok lain yang menamakan diri sebagai pembaharu atau modrnis diantaranya adalah islam liberal, mereka berpemikiran bahwa islam harus sesuai dengan perkembangan zaman dan telah memunculkan simbul-simbul islam. Namun bila telah ditelusuri secara mendalam kelompok tersebut telah menyimpang dari pemikiran ulama’ salafus sholeh yang mengetahui secara benar tentang konsep ajaran islam, Mereka terpengaruh pemikiran orientalis barat yang sekedar melakukan study islam tanpa mau menjadikanya sebagai agama yang dianutnya mereka hanya mencari sisi kelemahan islam, mencari sisi kelemahan para penganut dan tokohnya, mereka para orientalis begitu mudah mengatakan bahwa semua agama adalah benar dengan mentafsiran ayat al-Quran melalui metode-metode yang hal itu sama sekali bertentangan dengan konsep islam

Untuk menghindari pengaruh tersebut tentu diharapkan mengingat pesan Rosululloh Saw dalam sebuah hadist

وان العلماء ورثة الانبياء وان الانبياءلم يورثوا دينارا ولادرهما وانما ورثوا العلم فمن اخذه اخذ بحظ وافر

Artinya :” Dan sesungguhnya ulama’ itu pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan harta dinar dan dirham , mereka hanya mewariskan ilmu, maka barang siapa mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang sempurna.” (HR.Abu daud dan Tirmidi)


Hadis tersebut secara tegas mengarahkan masyarakat islam untuk mengikuti konsep ajaran islam yang benar, yakni konsep ajaran yang dipahami ulama’ salafus sholeh . masyarakat islam diharapkan jangan sampai terjebak pada pemikiran orang yang tidak memahami betul tentang ajaran islam, hingga yang dibahas hayalah kebebasan yang berdampak melemakan tokohnya sehingga pula menggarah pada arus perselisihan dan perbedaan yang tidak berdasar. Yang pada giliranya mengakibatkan perpecahan umat dan kekaburan konsep ajaran islam itu sendiri

Dengan ini masyarakat islam diharapkan untuk mempelajari islam dengan mengikuti petunjuk tokoh ulama’ yang memang memahami dibidangnya, sehingga masyarakat tidak mudah terpengaruh pemikiran musuh-musuh islam, mereka musuh-musuh islam tidak langsung memfonis bahwa islam adalah agama yang menyimpang tetapi mereka mencari kelemahan para tokoh dan penganutnya dengan menyebarkan berbagai cara fitnah di masyarakat yang akhirnya mereka simpulkan bahwa islam adalah agama yang rendah yang tentunya hal ini sebagai muslim diharapkan bisa menjelaskan bahwa tuduhan tersebut tidaklah benar.

بارك الله لى ولكم فى القران العظيم ونفعنى واياكم بما فىه من الايات والذكر الحكيم انه هو البر الرحيم . اعوذ بالله من الشيطان الرجيم من يريد الحياة الدنيا وزينتها نوف اليهم اعمالهم فيها وهم فيها لا ينجسون . اولئك الذين ليس لهم في الاخرة الا النار وقل رب اغفر و ارحم وانت خير الراحمين

الحمد لله رب العلمين الذي امر بالاعتصام المتين . اشهد ان لااله الا الله وحـده لاشريك له المك الحق المبين .واشهـد ان سيـدنا ونبيـنا محمـدا صـلى الله عليـه و سلـم عبـده و رسـول الصادق الوعد الامين . اللــهم صلى وسلم على سيدنا محمد فى كل وقت وحين . وعلى اله واصحابه ومن اتبع الهدى الى يـوم الدين

اما بعــد : فيا ايهاالناس اتقوا الله فى السـر و العـلانية . واعلموا ان الله امركم بامر بدأ فيه بنفسه . وثنى بالملائكة قـدسه . فقــال تعالى : ان الله وملائكته يصلون على النبى يا ايها الذين امنوا صلـوا عليه وسلموا تسليما اللهم صلى و سلم على سيد نا محمد و على ال سيدنا محمد . اللهم وارض عن الخلفاء الراشدين الذين قضــــــــوا بالحق و كانوا به يعدلون ابى بكر وعمر و عثمان و على و عــــــن الستة المتممين لعشرة الكرام . وعن سائر اصحاب نبيك اجمين و عــن التابعين ومن تبعهم باحسان الى يوم الدين

اللهم اغفر للمؤمنين و المؤمنات والمسلمين و المسلمات . الاحياء منهم الاموات .انك سميع قريب مجيب الدعوات . اللهم سلمنا و المسلمين من افات الدنيا و عذب الاخرة . اللهم ادفع عنا البلاء و الوباء والفحشاء و المنكر والشدائد و المحن ما ظهر منها وما بطن . عن بلادنا هذا خاصة , وعن سائر بلدان المسلمين يا ارحم الراحمين . ربـنا اغفر لنا ولوالديـنا ولمشايخنا ولجميع المؤمنين والمؤمنات و المسلمين والمسلمات . اللهم اعز الاسلام و المسلمين واهلك الكفرة و المشركين . اللهم انصرمن نصر الدين وخذل من خذل المسلمين . ربنا هب لنا من ازواجنا وذرياتنا قرة اعين واجعلنا للمتقين اماما ربنا اتنا فى الدنيا حسنة و فى الاخرة حسنة وقنا عذاب النار والحمد لله رب العالمين

عباد الله ان الله يأمر بالعدل و الاحسان وايتاء ذى القربى وينهى عن الفحشــــــاء والمنكر والبغى يعظكم لعلكم تذكرون . فاذكروا الله العظبم يذكركم . و اشكروه على نعمه يزدكم و اسئلوه من فضله يعطكم و اذكر الله اكبر

Jumat, 02 April 2010

Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

Imam Al Ghazali, sebuah nama yang tidak asing di telinga kaum muslimin. Tokoh terkemuka dalam kancah filsafat dan tasawuf. Memiliki pengaruh dan pemikiran yang telah menyebar ke seantero dunia Islam. Ironisnya sejarah dan perjalanan hidupnya masih terasa asing. Kebanyakan kaum muslimin belum mengerti. Berikut adalah sebagian sisi kehidupannya. Sehingga setiap kaum muslimin yang mengikutinya, hendaknya mengambil hikmah dari sejarah hidup beliau.

Nama, Nasab dan Kelahiran Beliau

Beliau bernama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath Thusi, Abu Hamid Al Ghazali (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 19/323 dan As Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/191). Para ulama nasab berselisih dalam penyandaran nama Imam Al Ghazali. Sebagian mengatakan, bahwa penyandaran nama beliau kepada daerah Ghazalah di Thusi, tempat kelahiran beliau. Ini dikuatkan oleh Al Fayumi dalam Al Mishbah Al Munir. Penisbatan pendapat ini kepada salah seorang keturunan Al Ghazali. Yaitu Majdudin Muhammad bin Muhammad bin Muhyiddin Muhamad bin Abi Thahir Syarwan Syah bin Abul Fadhl bin Ubaidillah anaknya Situ Al Mana bintu Abu Hamid Al Ghazali yang mengatakan, bahwa telah salah orang yang menyandarkan nama kakek kami tersebut dengan ditasydid (Al Ghazzali).

Sebagian lagi mengatakan penyandaran nama beliau kepada pencaharian dan keahlian keluarganya yaitu menenun. Sehingga nisbatnya ditasydid (Al Ghazzali). Demikian pendapat Ibnul Atsir. Dan dinyatakan Imam Nawawi, “Tasydid dalam Al Ghazzali adalah yang benar.” Bahkan Ibnu Assam’ani mengingkari penyandaran nama yang pertama dan berkata, “Saya telah bertanya kepada penduduk Thusi tentang daerah Al Ghazalah, dan mereka mengingkari keberadaannya.” Ada yang berpendapat Al Ghazali adalah penyandaran nama kepada Ghazalah anak perempuan Ka’ab Al Akhbar, ini pendapat Al Khafaji.

Yang dijadikan sandaran para ahli nasab mutaakhirin adalah pendapat Ibnul Atsir dengan tasydid. Yaitu penyandaran nama kepada pekerjaan dan keahlian bapak dan kakeknya (Diringkas dari penjelasan pentahqiq kitab Thabaqat Asy Syafi’iyah dalam catatan kakinya 6/192-192). Dilahirkan di kota Thusi tahun 450 H dan memiliki seorang saudara yang bernama Ahmad (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 19/326 dan As Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/193 dan 194).

Kehidupan dan Perjalanannya Menuntut Ilmu

Ayah beliau adalah seorang pengrajin kain shuf (yang dibuat dari kulit domba) dan menjualnya di kota Thusi. Menjelang wafat dia mewasiatkan pemeliharaan kedua anaknya kepada temannya dari kalangan orang yang baik. Dia berpesan, “Sungguh saya menyesal tidak belajar khat (tulis menulis Arab) dan saya ingin memperbaiki apa yang telah saya alami pada kedua anak saya ini. Maka saya mohon engkau mengajarinya, dan harta yang saya tinggalkan boleh dihabiskan untuk keduanya.”

Setelah meninggal, maka temannya tersebut mengajari keduanya ilmu, hingga habislah harta peninggalan yang sedikit tersebut. Kemudian dia meminta maaf tidak dapat melanjutkan wasiat orang tuanya dengan harta benda yang dimilikinya. Dia berkata, “Ketahuilah oleh kalian berdua, saya telah membelanjakan untuk kalian dari harta kalian. Saya seorang fakir dan miskin yang tidak memiliki harta. Saya menganjurkan kalian berdua untuk masuk ke madrasah seolah-olah sebagai penuntut ilmu. Sehingga memperoleh makanan yang dapat membantu kalian berdua.”

Lalu keduanya melaksanakan anjuran tersebut. Inilah yang menjadi sebab kebahagiaan dan ketinggian mereka. Demikianlah diceritakan oleh Al Ghazali, hingga beliau berkata, “Kami menuntut ilmu bukan karena Allah ta’ala , akan tetapi ilmu enggan kecuali hanya karena Allah ta’ala.” (Dinukil dari Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/193-194).

Beliau pun bercerita, bahwa ayahnya seorang fakir yang shalih. Tidak memakan kecuali hasil pekerjaannya dari kerajinan membuat pakaian kulit. Beliau berkeliling mengujungi ahli fikih dan bermajelis dengan mereka, serta memberikan nafkah semampunya. Apabila mendengar perkataan mereka (ahli fikih), beliau menangis dan berdoa memohon diberi anak yang faqih. Apabila hadir di majelis ceramah nasihat, beliau menangis dan memohon kepada Allah ta’ala untuk diberikan anak yang ahli dalam ceramah nasihat.

Kiranya Allah mengabulkan kedua doa beliau tersebut. Imam Al Ghazali menjadi seorang yang faqih dan saudaranya (Ahmad) menjadi seorang yang ahli dalam memberi ceramah nasihat (Dinukil dari Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/194).

Imam Al Ghazali memulai belajar di kala masih kecil. Mempelajari fikih dari Syaikh Ahmad bin Muhammad Ar Radzakani di kota Thusi. Kemudian berangkat ke Jurjan untuk mengambil ilmu dari Imam Abu Nashr Al Isma’ili dan menulis buku At Ta’liqat. Kemudian pulang ke Thusi (Lihat kisah selengkapnya dalam Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/195).

Beliau mendatangi kota Naisabur dan berguru kepada Imam Haramain Al Juwaini dengan penuh kesungguhan. Sehingga berhasil menguasai dengan sangat baik fikih mazhab Syafi’i dan fikih khilaf, ilmu perdebatan, ushul, manthiq, hikmah dan filsafat. Beliau pun memahami perkataan para ahli ilmu tersebut dan membantah orang yang menyelisihinya. Menyusun tulisan yang membuat kagum guru beliau, yaitu Al Juwaini (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 19/323 dan As Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/191).

Setelah Imam Haramain meninggal, berangkatlah Imam Ghazali ke perkemahan Wazir Nidzamul Malik. Karena majelisnya tempat berkumpul para ahli ilmu, sehingga beliau menantang debat kepada para ulama dan mengalahkan mereka. Kemudian Nidzamul Malik mengangkatnya menjadi pengajar di madrasahnya di Baghdad dan memerintahkannya untuk pindah ke sana. Maka pada tahun 484 H beliau berangkat ke Baghdad dan mengajar di Madrasah An Nidzamiyah dalam usia tiga puluhan tahun. Disinilah beliau berkembang dan menjadi terkenal. Mencapai kedudukan yang sangat tinggi.

Pengaruh Filsafat Dalam Dirinya

Pengaruh filsafat dalam diri beliau begitu kentalnya. Beliau menyusun buku yang berisi celaan terhadap filsafat, seperti kitab At Tahafut yang membongkar kejelekan filsafat. Akan tetapi beliau menyetujui mereka dalam beberapa hal yang disangkanya benar. Hanya saja kehebatan beliau ini tidak didasari dengan ilmu atsar dan keahlian dalam hadits-hadits Nabi yang dapat menghancurkan filsafat. Beliau juga gemar meneliti kitab Ikhwanush Shafa dan kitab-kitab Ibnu Sina. Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Al Ghazali dalam perkataannya sangat dipengaruhi filsafat dari karya-karya Ibnu Sina dalam kitab Asy Syifa’, Risalah Ikhwanish Shafa dan karya Abu Hayan At Tauhidi.” (Majmu’ Fatawa 6/54).

Hal ini jelas terlihat dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin. Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Perkataannya di Ihya Ulumuddin pada umumnya baik. Akan tetapi di dalamnya terdapat isi yang merusak, berupa filsafat, ilmu kalam, cerita bohong sufiyah dan hadits-hadits palsu.” (Majmu’ Fatawa 6/54).

Demikianlah Imam Ghazali dengan kejeniusan dan kepakarannya dalam fikih, tasawuf dan ushul, tetapi sangat sedikit pengetahuannya tentang ilmu hadits dan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang seharusnya menjadi pengarah dan penentu kebenaran. Akibatnya beliau menyukai filsafat dan masuk ke dalamnya dengan meneliti dan membedah karya-karya Ibnu Sina dan yang sejenisnya, walaupun beliau memiliki bantahan terhadapnya. Membuat beliau semakin jauh dari ajaran Islam yang hakiki.

Adz Dzahabi berkata, “Orang ini (Al Ghazali) menulis kitab dalam mencela filsafat, yaitu kitab At Tahafut. Dia membongkar kejelekan mereka, akan tetapi dalam beberapa hal menyetujuinya, dengan prasangka hal itu benar dan sesuai dengan agama. Beliau tidaklah memiliki ilmu tentang atsar dan beliau bukanlah pakar dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dapat mengarahkan akal. Beliau senang membedah dan meneliti kitab Ikhwanush Shafa. Kitab ini merupakan penyakit berbahaya dan racun yang mematikan. Kalaulah Abu Hamid bukan seorang yang jenius dan orang yang mukhlis, niscaya dia telah binasa.” (Siyar A’lam Nubala 19/328).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Abu Hamid condong kepada filsafat. Menampakkannya dalam bentuk tasawuf dan dengan ibarat Islami (ungkapan syar’i). Oleh karena itu para ulama muslimin membantahnya. Hingga murid terdekatnya, (yaitu) Abu Bakar Ibnul Arabi mengatakan, “Guru kami Abu Hamid masuk ke perut filsafat, kemudian ingin keluar dan tidak mampu.” (Majmu’ Fatawa 4/164).

Polemik Kejiwaan Imam Ghazali

Kedudukan dan ketinggian jabatan beliau ini tidak membuatnya congkak dan cinta dunia. Bahkan dalam jiwanya berkecamuk polemik (perang batin) yang membuatnya senang menekuni ilmu-ilmu kezuhudan. Sehingga menolak jabatan tinggi dan kembali kepada ibadah, ikhlas dan perbaikan jiwa. Pada bulan Dzul Qai’dah tahun 488 H beliau berhaji dan mengangkat saudaranya yang bernama Ahmad sebagai penggantinya.

Pada tahun 489 H beliau masuk kota Damaskus dan tinggal beberapa hari. Kemudian menziarahi Baitul Maqdis beberapa lama, dan kembali ke Damaskus beri’tikaf di menara barat masjid Jami’ Damaskus. Beliau banyak duduk di pojok tempat Syaikh Nashr bin Ibrahim Al Maqdisi di masjid Jami’ Umawi (yang sekarang dinamai Al Ghazaliyah). Tinggal di sana dan menulis kitab Ihya Ulumuddin, Al Arba’in, Al Qisthas dan kitab Mahakkun Nadzar. Melatih jiwa dan mengenakan pakaian para ahli ibadah. Beliau tinggal di Syam sekitar 10 tahun.

Ibnu Asakir berkata, “Abu Hamid rahimahullah berhaji dan tinggal di Syam sekitar 10 tahun. Beliau menulis dan bermujahadah dan tinggal di menara barat masjid Jami’ Al Umawi. Mendengarkan kitab Shahih Bukhari dari Abu Sahl Muhammad bin Ubaidilah Al Hafshi.” (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 6/34).

Disampaikan juga oleh Ibnu Khallakan dengan perkataannya, “An Nidzam (Nidzam Mulk) mengutusnya untuk menjadi pengajar di madrasahnya di Baghdad tahun 484 H. Beliau tinggalkan jabatannya pada tahun 488 H. Lalu menjadi orang yang zuhud, berhaji dan tinggal menetap di Damaskus beberapa lama. Kemudian pindah ke Baitul Maqdis, lalu ke Mesir dan tinggal beberapa lama di Iskandariyah. Kemudian kembali ke Thusi.” (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 6/34).

Ketika Wazir Fakhrul Mulk menjadi penguasa Khurasan, beliau dipanggil hadir dan diminta tinggal di Naisabur. Sampai akhirnya beliau datang ke Naisabur dan mengajar di madrasah An Nidzamiyah beberapa saat. Setelah beberapa tahun, pulang ke negerinya dengan menekuni ilmu dan menjaga waktunya untuk beribadah. Beliau mendirikan satu madrasah di samping rumahnya dan asrama untuk orang-orang shufi. Beliau habiskan sisa waktunya dengan mengkhatam Al Qur’an, berkumpul dengan ahli ibadah, mengajar para penuntut ilmu dan melakukan shalat dan puasa serta ibadah lainnya sampai meninggal dunia.

Masa Akhir Kehidupannya

Akhir kehidupan beliau dihabiskan dengan kembali mempelajari hadits dan berkumpul dengan ahlinya. Berkata Imam Adz Dzahabi, “Pada akhir kehidupannya, beliau tekun menuntut ilmu hadits dan berkumpul dengan ahlinya serta menelaah shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim). Seandainya beliau berumur panjang, niscaya dapat menguasai semuanya dalam waktu singkat. Beliau belum sempat meriwayatkan hadits dan tidak memiliki keturunan kecuali beberapa orang putri.”

Abul Faraj Ibnul Jauzi menyampaikan kisah meninggalnya beliau dalam kitab Ats Tsabat Indal Mamat, menukil cerita Ahmad (saudaranya); Pada subuh hari Senin, saudaraku Abu Hamid berwudhu dan shalat, lalu berkata, “Bawa kemari kain kafan saya.” Lalu beliau mengambil dan menciumnya serta meletakkannya di kedua matanya, dan berkata, “Saya patuh dan taat untuk menemui Malaikat Maut.” Kemudian beliau meluruskan kakinya dan menghadap kiblat. Beliau meninggal sebelum langit menguning (menjelang pagi hari). (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 6/34). Beliau wafat di kota Thusi, pada hari Senin tanggal 14 Jumada Akhir tahun 505 H dan dikuburkan di pekuburan Ath Thabaran (Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/201).